Bjorka Hacker Indonesia: Profil, Sejarah Kebocoran Data, dan Penangkapan Terbaru

Bjorka Hacker Indonesia: Profil, Sejarah Kebocoran Data, dan Penangkapan Terbaru

Bjorka Hacker Indonesia: Profil, Sejarah Kebocoran Data, dan Penangkapan Terbaru

Bjorka merupakan nama hacker yang paling mencuri perhatian publik Indonesia selama tahun 2022-2025 karena serangkaian aksi peretasan data berskala besar. Sosok misterius yang mengklaim berasal dari Warsawa, Polandia ini telah membocorkan jutaan data pribadi warga Indonesia, mulai dari data NPWP, registrasi kartu SIM, hingga dokumen rahasia pemerintahan. Pada Oktober 2025, identitas Bjorka akhirnya terungkap dengan ditangkapnya WFT (22), pemuda asal Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara.

Profil dan Identitas Bjorka yang Terungkap

Setelah tiga tahun beroperasi dalam anonimitas, sosok di balik username Bjorka akhirnya terbongkar. WFT, seorang pemuda berusia 22 tahun dari Desa Totolan, Kakas Barat, Minahasa, ditangkap Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya pada 23 September 2025. Pelaku telah aktif di dark web sejak tahun 2020 dan menggunakan berbagai alias seperti SkyWave, Shint Hunter, hingga Opposite6890 untuk menyamarkan identitasnya dari aparat penegak hukum.

Bjorka memiliki profil aktif di berbagai platform, termasuk Twitter dengan akun @bjorkanism yang bergabung September 2022 dengan 183 ribu followers, dan akun di BreachForums sejak 9 Agustus 2022 dengan reputasi 573 poin. Dalam biografinya, Bjorka mengklaim berlokasi di Warsawa, Polandia, namun ternyata beroperasi dari Sulawesi Utara sepanjang waktu.

Motivasi dan Ideologi Hacktivism Bjorka

Bjorka mengklaim bahwa aksi peretasannya bermotif untuk menunjukkan kelemahan sistem keamanan siber Indonesia dan mendorong perbaikan infrastruktur digital nasional. Dalam berbagai unggahannya, Bjorka menyatakan bahwa Indonesia memiliki keamanan siber yang sangat lemah dan mudah dibobol, sehingga perlu ada peringatan keras agar pemerintah berbenah.

link pertama menunjukkan karakteristik hacktivism, yaitu kombinasi antara hacking dan aktivisme politik untuk menciptakan perubahan sosial. Bjorka tidak hanya mencuri data, tetapi juga aktif mengkritik pemerintah melalui media sosial dan mengungkap korupsi serta ketidakbecusan pejabat dalam melindungi data warga negara.

Kronologi Kebocoran Data Masif oleh Bjorka

Rekam jejak Bjorka dimulai April 2020 dengan peretasan data Tokopedia berukuran 11 GB compressed yang berisi user ID, password hash, email, dan nomor telepon. Aksi ini menjadi pembuka serangkaian serangan cyber yang semakin masif dan sistematis terhadap infrastruktur digital Indonesia.

Pada Agustus 2022, Bjorka membocorkan 1,3 miliar data registrasi kartu SIM yang dijual seharga 50 ribu dolar AS di dark web. Data sebesar 87 GB ini berisi NIK, nomor telepon, operator seluler, dan tanggal penggunaan yang kemudian memicu spam SMS dan telepon penipuan massal kepada pengguna seluler Indonesia.

Serangan terhadap Infrastruktur Pemerintahan

September 2022 menjadi puncak aksi Bjorka dengan membocorkan 26 juta data pelanggan IndiHome milik Telkom Indonesia, termasuk nama lengkap, email, NIK, IP address, dan riwayat browsing pengguna. Tidak berhenti di situ, Bjorka juga meretas 105 juta data kependudukan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sangat sensitif.

link kedua merilis dokumen rahasia yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, termasuk surat-menyurat dari Badan Intelijen Negara (BIN) dalam bentuk data terkompres berukuran 40 MB. Aksi ini menunjukkan kemampuan Bjorka menembus sistem keamanan tingkat tertinggi pemerintahan Indonesia.

Dampak Terhadap Keamanan Siber Nasional

Aksi Bjorka telah memicu evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan siber Indonesia dan mempercepat pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Nomor 27 Tahun 2022. Pemerintah dipaksa mengakui kelemahan infrastruktur digital dan meningkatkan anggaran untuk cybersecurity.

Kebocoran data massal ini berdampak langsung pada masyarakat berupa meningkatnya kasus spam, phishing, dan penipuan online. Jutaan warga Indonesia mengalami kerugian finansial akibat data pribadi mereka diperjualbelikan di dark web oleh sindikat cybercrime internasional.

Respon Publik dan Dukungan Kontroversial

Menariknya, sebagian besar masyarakat Indonesia justru memberikan dukungan terhadap aksi Bjorka karena berhasil mengekspos kegagalan pemerintah dalam melindungi data warga. Fenomena ini menunjukkan tingginya ketidakpercayaan publik terhadap kemampuan cybersecurity lembaga pemerintahan.

Dukungan publik terhadap Bjorka mencerminkan frustrasi masyarakat atas lemahnya perlindungan data pribadi dan lambatnya respon pemerintah dalam mengatasi kebocoran data. Banyak netizen menganggap Bjorka sebagai whistleblower yang membuka mata publik akan rapuhnya sistem keamanan digital nasional.

Penangkapan dan Proses Hukum Bjorka

Setelah enam bulan penyelidikan intensif, Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil menangkap WFT di kediamannya pada 23 September 2025. Penangkapan ini bermula dari laporan bank swasta pada 17 April 2025 terkait peretasan 4,9 juta data nasabah yang diancamkan untuk dipublikasikan.

WFT kini ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman 12 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam pengakuannya, pelaku mengaku meraup puluhan juta rupiah sekali menjual data di dark web menggunakan mata uang kripto.

Modus Operandi dan Teknik Peretasan

Investigasi polisi mengungkap bahwa Bjorka menggunakan teknik social engineering, eksploitasi vulnerability sistem, dan akses ilegal untuk menembus database target. Pelaku juga memanfaatkan jaringan dark web untuk menjual data curian dengan harga bervariasi tergantung sensitivitas informasi.

Bjorka terbukti memiliki kemampuan teknis tinggi dalam bidang penetration testing, database exploitation, dan network security. Keahlian ini diperoleh melalui pembelajaran otodidak di forum hacker underground sejak usia remaja.

Implikasi Jangka Panjang Kasus Bjorka

Kasus Bjorka menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat regulasi cybersecurity dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang keamanan siber. Pemerintah kini lebih serius dalam mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur keamanan digital dan pelatihan personel teknis.

Penangkapan Bjorka juga mengirimkan pesan tegas bahwa hukum Indonesia mampu menjangkau pelaku cybercrime meskipun beroperasi secara anonim di dark web. Hal ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi hacker lain yang berencana menyerang infrastruktur digital Indonesia.

Pembelajaran untuk Keamanan Siber Masa Depan

Kasus Bjorka membuktikan pentingnya pendekatan holistik dalam cybersecurity yang mencakup aspek teknologi, regulasi, dan sumber daya manusia. Indonesia perlu berinvestasi lebih besar dalam penelitian keamanan siber dan kerja sama internasional untuk menghadapi ancaman cyber yang semakin sophisticated.

Selain penguatan teknis, edukasi literasi digital bagi masyarakat juga menjadi kunci penting untuk mencegah dampak negatif kebocoran data. Warga perlu memahami cara melindungi informasi pribadi dan mengenali tanda-tanda penipuan online yang memanfaatkan data curian.

Penangkapan Bjorka menandai berakhirnya era teror cybercrime yang paling menggemparkan Indonesia dalam dekade terakhir. Kasus ini telah mengubah lanskap keamanan siber nasional dan mendorong transformasi digital yang lebih aman dan terpercaya bagi seluruh warga negara.

Masyarakat Indonesia kini dapat bernapas lega dengan tertangkapnya dalang di balik kebocoran data massal yang selama ini meresahkan. Namun, perjuangan untuk membangun sistem keamanan siber yang robust masih panjang dan memerlukan komitmen berkelanjutan dari semua stakeholder.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال